Kebanyakan orang tua menggunakan cara mendisiplinkan anak yang salah daripada yang benar. Misalnya, ketika anak-anak berlari-larian di taman, orang tua mengingatkannya dengan kalimat “Jangan lari!”. Kalimat tersebut tentu tidak salah, namun ada kalimat yang lebih baik dalam mendisiplinkan anak.

Pemilihan Kalimat yang Bisa Diajarkan Pada Anak Saat Mendisiplinkan Anak

7 Kalimat yang Boleh Diucapkan saat Mendisiplinkan Anak - Sekolah Prestasi GlobalPhoto by Rawpixel on Envato

Ketika Anda mengatakan “Jangan lari!”, anak-anak akan fokus pada hal yang dilarang, yakni “lari”. Kemudian, ketika dilarang, anak-anak biasanya justru semakin asyik melakukan hal yang dilarang tersebut untuk menarik perhatian kita.

Dari kasus tersebut, banyak orang kemudian mengharamkan orang tua untuk mengatakan “jangan” saat melarang anak. Padahal, fokusnya bukan pada kata “jangan”, tetapi pada kata-kata positifnya daripada negatifnya. Berikut beberapa kalimat yang bisa dipilih untuk diucapkan pada anak.

1. Ajak Anak Bergegas dengan Kalimat “Kita coba siap-siap lebih cepat, yuk!”

Sering merasa geregetan ketika anak-anak tak segera berangkat ketika diajak pergi? Atau Anda kerap merasa anak-anak terlalu lama ketika bersiap untuk melakukan sesuatu?

Alih-alih mengatakan “Ayo cepat, dong!”, Anda bisa menggantinya dengan kalimat “Kita coba siap-siap lebih cepat, yuk!” Kedua kalimat tersebut memang mirip, tetapi kesan yang ditimbulkan berbeda.

Ketika kita mengucapkan “Cepat, dong”. Anak-anak hanya akan fokus pada kata “cepat” sehingga membuat mereka semakin tertekan. Padahal, terkadang mereka sebenarnya tidak bermaksud untuk berlama-lama, tetapi gerakan mereka memang tidak sesigap orang dewasa.

Oleh karena itu, jangan menggunakan kalimat yang terkesan memburu-buru. Ketika Anda menggunakan kalimat, “Kita coba siap-siap lebih cepat, yuk”, anak-anak akan mendapat kesan diajak, bukan diburu-buru.

2. Tidak Ingin Anak Beli Mainan Baru? Ucapkan “Kita nabung dulu, ya!”

7 Kalimat yang Boleh Diucapkan saat Mendisiplinkan Anak - Sekolah Prestasi GlobalPhoto by Pressmaster on Envato

Karena sedang berada pada fase bermain, anak-anak sangat suka membeli mainan baru. Ketika masuk minimarket dan melihat mainan, mereka pasti akan meminta mainan baru kepada Anda. Lalu, bagaimana cara Anda melarang mereka untuk tidak membeli mainan?

Memarahi anak tidak akan membuat mereka mengerti. Sebaliknya, anak-anak justru akan menangis dan menggegerkan seisi toko. Apa kalimat yang baik agar bisa menghentikan anak untuk membeli mainan baru?

Anda bisa menggunakan kalimat yang lebih masuk ke logika anak, misalnya meminta anak untuk menunggu. Kita bisa menasihati mereka untuk menabung terlebih dahulu sebelum membeli mainan tersebut. 

Jadi, anak harus menunggu beberapa waktu sampai uangnya terkumpul, kemudian barulah membeli mainan tersebut.

Dalam hal ini, Anda bisa mengganti kalimat “Mama tidak punya uang untuk membeli mainan itu” atau “Jangan beli mainan lagi” dengan kalimat, “Kita bisa beli mainan ini, tetapi nabung dulu, ya. Kalau celengan di rumah sudah berat, kita bawa celengannya lagi ke sini, lalu kita beli mainannya”.

Selain melatih kesabaran mereka, kita juga bisa melatih mereka untuk cermat dalam mengelola keuangan. Tidak semua yang mereka inginkan bisa dibeli saat itu juga. Mereka harus menunggu dengan menyisihkan uang untuk membeli apa yang mereka inginkan.

3. Ganti kata “Awas” atau “Jangan” dengan Kata yang Bernada Lebih Positif

Kata “awas” dan “jangan” memang kata-kata yang sebaiknya kita hindari dalam mendisiplinkan anak, terutama cara mendisiplinkan anak usia 3 tahun. Kita bisa mengganti kata tersebut dengan kata yang lebih positif.

Kata “awas” terlalu bernada seperti ancaman. Ketika Anda sering mengatakan ini kepada mereka, risiko besarnya adalah anak-anak akan menjadi penakut dan tidak percaya diri.

Ketika anak-anak sedang berlarian di lapangan dan Anda khawatir anak akan terjatuh, sebaiknya ganti kalimat “Awas, nanti jatuh” dengan kalimat “Pelan-pelan saja jalannya, ya.” Fokus anak akan beralih ke kata pelan-pelan daripada kata jatuh.

Kemudian, sering melarang anak dengan kata “jangan” juga kurang begitu bagus. Pada kasus yang sama, yakni ketika anak berlari-larian, kita bisa mengubah kalimat “Jangan lari” dengan kalimat “Pelan-pelan, ya”. Fokuslah ke kata-kata yang lebih positif.

Hal ini bukan berarti Anda 100% menghindari kata-kata “awas” dan “jangan” ya. Untuk konteks tertentu, kita boleh memakainya. Namun, tetap ingat ya, gunakan intonasi yang netral agar anak-anak bisa mendengarkan kata-kata Anda dengan lebih baik lagi.

Kemudian, apa pun yang Anda larang atau anjurkan kepada anak, pastikan Anda konsisten dengan kata-kata yang Anda ucapkan, ya. Kata-kata yang tidak konsisten akan membingungkan anak. Mereka juga akan lebih susah lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Kemudian, pengetahuan tentang parenting juga tidak hanya ibu saja yang mempelajarinya, ya. Ajak ayah untuk ikut belajar memperbaiki cara mendidik anak.

Bagaimanapun, tugas mendidik anak adalah tugas orang tua. Jadi, baik ayah maupun ibu, semuanya penting untuk terus belajar. Dengan begitu, Anda bisa lebih kompak dalam membentuk karakter si kecil.

4. “Kita habiskan dulu makan siangnya, ya. Setelah itu, kita makan coklatnya”.

Tantangan sebagian besar orang tua adalah mengajak anak untuk menghabiskan makanannya. Banyak anak yang lebih memilih bermain daripada makan. Padahal, bagaimanapun mereka tetap membutuhkan makanan.

Oleh karena itu, kita sering emosi dan tanpa sadar melakukan kekerasan verbal kepada mereka. Kita langsung memarahi anak yang tidak ingin makan. Ingat, meskipun hanya kata-kata, kadang-kadang ini juga bisa menyakiti anak dalam waktu yang lama, lho.

Cara mendisiplinkan anak tanpa kekerasan memang tak semudah teorinya, tetapi wajib untuk terus Anda pelajari demi menjadi orang tua yang baik bagi anak. Kekerasan dalam bentuk apa pun tidak diperbolehkan agar mental anak tetap terjaga.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar anak mau makan dengan lahap tanpa harus Anda marahi terlebih dahulu?

Beberapa orang tua mengganti marah dengan iming-iming hadiah. Hal ini juga kurang baik, ya. Terbiasa memberikan iming-iming hadiah agar anak mau melakukan sesuatu bisa membuatnya terlalu fokus pada hadiahnya. Mereka tidak mengganggap bahwa “makan” atau perbuatan lain adalah hal yang penting.

Oleh karena itu, alih-alih menggunakan kalimat, “Nggak boleh makan coklat sebelum makan siangnya habis”, Anda bisa menggantinya dengan kalimat, “Coba habiskan dulu makanannya, ya. Setelah itu, adik boleh makan coklatnya.”

Meskipun sekilas keduanya mirip, lagi-lagi kesan yang ditimbulkan berbeda. Kalimat pertama akan membuat anak fokus pada coklatnya sebagai sesuatu yang lebih bernilai. Sementara itu, kalimat kedua fokus pada urutannya. Menghabiskan makan siang dan makan coklat adalah dua hal yang sama-sama penting.

5. Anak Tidak Mau Merapikan Mainannya? Gunakan kalimat, “Kita bereskan mainan dulu, yuk. Setelah itu kita main di taman”.

Beberapa anak-anak juga sering kali enggan membereskan mainannya ketika selesai bermain. Hasilnya, rumah pun akan selalu berantakan dan mood kita pun akan naik. Ketika sudah begini, cara mendidik anak tanpa emosi akan lebih susah lagi.

Ketika selesai bermain, anak-anak pasti memiliki aktivitas lanjutan. Nah, agar mereka mau membereskan mainannya, tak perlu memarahinya, ya. Memarahi anak hanya akan menguras emosi kita.

Cobalah memakai kalimat yang lebih positif, contohnya “Kita bereskan mainan dulu, yuk. Setelah itu, baru boleh main di taman.” Jika anak masih menolak, kita bisa menemani mereka untuk membereskan mainannya. “Supaya lebih cepat selesai, mama bantu bereskan mainannya, ya.”

6. Saat Anak Mengganggu Bekerja, Pakai Kalimat, “Tunggu mama selesai bekerja dulu, ya.”

Sekarang adalah masa-masanya kerja dari rumah. Seberapa efektif Anda ketika bekerja dari rumah? Untuk Anda yang memiliki balita di rumah, bekerja dari rumah pasti tidak mudah, bukan? Ada si Kecil yang bolak-balik mengganggu konsentrasi Anda.

Bagaimana agar mereka tidak terus-terusan mengganggu pekerjaan Anda? Pertama-tama, Anda harus memiliki ruangan kerja sendiri. Jadi, Anda bisa lebih fokus bekerja.

Kemudian, jika anak terus-terusan keluar masuk ruangan Anda, cobalah untuk memberikan pengertian kepada mereka dengan kalimat “Tunggu mama selesai bekerja dulu, ya,” lalu tambahi kalimat tersebut dengan kapan waktu tepatnya.

Pastikan Anda konsisten dengan ucapan Anda, ya. Ketika anak mulai “caper” dengan menangis atau melakukan hal buruk, cobalah untuk kembali menekankan kalimat tadi. Anda hanya bisa menemani anak pada waktu yang sudah ditentukan.

7. Ketika Anak Ketahuan Berbohong, Lontarkan Pertanyaan, “Bagaimana perasaan mama jika ayah berbohong, ya?”

Tentu ada alasan mengapa anak-anak berbohong, biasanya adalah karena takut dimarahi. Bagaimana jika Anda memergoki anak-anak berbohong? Alih-alih marah, tekankan pada sikapnya yang salah, ya.

Anak-anak, khususnya balita, belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Ketika anak-anak ketahuan berbohong, cobalah melontarkan pertanyaan ini, “Bagaimana perasaan Mama jika Ayah berbohong?”

Tekankan bahwa berbohong adalah perbuatan yang buruk dan akan menyakiti hati orang lain. Cobalah memberi pemahaman pada anak bahwa lebih baik mengakui kesalahan dan meminta maaf daripada berbohong.

Dari contoh-contoh kalimat di atas, sebenarnya penekanan kita bukan pada kata “jangan” atau “tidak”, tetapi lebih ke kalimat yang lebih bernada positif. Dengan begitu, anak-anak bisa langsung fokus ke sikap yang positifnya daripada sikap yang negatifnya.

Kemudian, sebagai orang tua, kita juga perlu memperhatikan beberapa hal saat mencoba mendisiplinkan anak. Selain memperhatikan apa yang kita ucapkan, kita juga perlu memperhatikan bagaimana kondisi anak.

Anak-anak yang sedang tantrum cenderung tidak akan mendengarkan apa yang orang-orang ucapkan. Alih-alih menyuruhnya diam dengan kata-kata, kita bisa menenangkannya dengan pelukan atau tindakan lainnya.

Setelah mereka tenang, barulah mereka bisa mendengarkan apa yang kita ucapkan. Di situlah Anda bisa memberikan nasihat-nasihat pada anak.

Kemudian, pastikan Anda selalu memberikan alasan yang bisa anak-anak terima ketika melarang atau mendisiplinkan mereka. Ketika mereka memahami apa yang Anda katakan, anak-anak akan mudah mengikuti nasihat Anda.

Penutup

Mendisiplinkan anak memang bukan suatu hal yang mudah bagi orang tua. Alih-alih memberikan punishment and reward, Anda bisa memilih kalimat yang lebih positif agar anak-anak mau disiplin tanpa ancaman atau iming-iming hadiah.

Cara mendidik anak di Prestasi Global juga memperhatikan cara-cara ini demi membangun pribadi anak yang lebih baik. Lebih dari itu, kita juga menggunakan prinsip-prinsip yang islami untuk membangun karakter anak.

Di rumah pun, Anda bisa mencoba cara mendisiplinkan anak menggunakan contoh-contoh kalimat di atas. Agar tak langsung memarahi anak, stok sabar orang tua juga harus banyak, ya. Semoga dengan cara ini, kita bisa menjadikan anak-anak kita pribadi yang baik dan bermanfaat bagi sesama.

Baca Juga : Apakah Benar Anak Abad 21 Tidak Cukup Hanya Belajar Calistung?

Contoh Kalimat yang Masuk Logika ?

kalimat yang lebih masuk ke logika anak, misalnya meminta anak untuk menunggu. Kita bisa menasihati mereka untuk menabung terlebih dahulu sebelum membeli mainan tersebut. Jadi, anak harus menunggu beberapa waktu sampai uangnya terkumpul, kemudian barulah membeli mainan tersebut. Dalam hal ini, Anda bisa mengganti kalimat “Mama tidak punya uang untuk membeli mainan itu” atau “Jangan beli mainan lagi” dengan kalimat, “Kita bisa beli mainan ini, tetapi nabung dulu, ya. Kalau celengan di rumah sudah berat, kita bawa celengannya lagi ke sini, lalu kita beli mainannya”.

Apa yang Harus Dilakukan Saat Anak Ketahuan Bohong ?

Tekankan bahwa berbohong adalah perbuatan yang buruk dan akan menyakiti hati orang lain. Cobalah memberi pemahaman pada anak bahwa lebih baik mengakui kesalahan dan meminta maaf daripada berbohong.

Apa Akibatnya Jika Menggunakan Kata Negatif Pada Anak ?

Kata “awas” dan “jangan” memang kata-kata yang sebaiknya kita hindari dalam mendisiplinkan anak, Kata “awas” terlalu bernada seperti ancaman. Ketika Anda sering mengatakan ini kepada mereka, risiko besarnya adalah anak-anak akan menjadi penakut dan tidak percaya diri.