Mood yang naik turun pada remaja bukanlah hal yang aneh. Biasanya kondisi ini bisa membaik saat anak beranjak dewasa. Tapi, Anda tetap harus waspada terhadap gangguan mood yang dihadapi anak. Ini bisa menjadi tanda masalah kesehatan serius.

Kondisi moody pada anak terjadi karena faktor biologis yaitu perubahan hormon. Usaha anak dalam mencari jati diri juga seringkali menjadi pemicu mood yang naik turun.

Namun, saat ada gejala lanjutan atau ternyata kondisi ini berlangsung terus-menerus maka Anda harus mengambil tindakan.

Mood yang naik turun ini bisa berujung pada masalah psikologis. ChilTrend.org, dalam data yang dipublikasikan secara umum memperlihatkan jika satu dari lima pemuda terbilang sering mengalami gangguan psikologis.

8 Gangguan Psikologis Pada Remaja

Berikut adalah macam-macam gangguan psikologis pada remaja yang harus Anda waspadai:

1. Major Depressive Disorder (Gangguan Depresi Mayor)

Gangguan mood yang pertama adalah major depressive disorder. Ini cukup sering terjadi pada remaja dengan faktor resiko luas. Mulai dari pikiran negatif yang kronis, kemampuan coping yang lemah, intimidasi, riwayat keluarga, hingga pengasingan orang tua.

Jenis depresi ini bisa membuat remaja merasa sedih dan putus asa yang berlarut-larut. Bisa berpengaruh pada perkembangan fisik, emosional, dan sosial anak. Jadi, bunda perlu waspada jika anak mulai menunjukkan kesedihan dan rasa putus ada dalam waktu yang cukup lama.

Apa saja gejala dari depresi ini?

  • Timbul kecenderungan untuk suicide (bunuh diri)
  • Gangguan tidur dan tidak nafsu makan
  • Mengalami perubahan berat badan
  • Sulit fokus atau konsentrasi
  • Menghindar dari orang sekitar
  • Hilang minat terhadap hobi atau kesukaan
  • Cenderung murung dan suram
  • Merasa lelah, kurang berenergi, guilty, dan tidak berguna

Gejala yang muncul bisa berlangsung antara hitungan minggu dan bulan. Berpotensi mengganggu kualitas dan aktivitas hidup penderita.

2. Bipolar

Gangguan mood ini bisa menyebabkan beberapa kondisi. Ekstrim tinggi (mania atau hipomania) dan terendah (depresi). Keduanya sama-sama terkait dengan suasana hati penderita.

Beberapa gejala yang anak alami saat kondisi mania adalah:

  • Over-confident dan tidak bisa diam
  • Sulit untuk tidur dan bahkan tidak butuh tidur
  • Banyak pikiran dan nafsu makan naik
  • Optimis, sangat berenergi dan bersemangat

Saat menderita bipolar, anak akan mengalami perubahan suasana hati yang drastis. Misalkan di hari yang sama, suasana hatinya sangat senang dan bersemangat. Kemudian kembali ke suasana hati normal dan berlanjut dengan merasa down dan sedih.

Kondisi ini bisa berlangsung dalam jangka pendek dan panjang. Mulai hitungan jam, hari hingga minggu.

3. Disruptive Mood Dysregulation Disorder

Ini adalah gangguan disregulasi suasana hati yang mengganggu. Menurut NIMH, gangguan ini muncul untuk usia sebelum 10 tahun. Sebelum diagnosis diberikan dokter, gejala akan terlihat selama 12 bulan atau lebih.

Gangguan kesehatan mental ini relatif baru. Pertama kali muncul di DSM-5 tahun 2013 lalu. Gejala dari DMDD ini lebih dari sekedar moody. Anak akan mengalami ledakan emosi yang intens seperti sangat marah, terganggu, kesal, dan lain sebagainya.

Gejala lebih lengkap bisa Anda simak berikut:

  • Marah atau kesal hampir setiap hari
  • Ledakan emosi yang parah melalui verbal dan perilaku (bisa 3 kali atau lebih dalam seminggu)

Anak-anak dengan kondisi DMDD mungkin akan kesulitan dalam beraktivitas dan bersosialisasi. Penderita DMDD juga memiliki potensi tinggi mengalami depresi atau kecemasan saat dewasa.

4. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Ini adalah kondisi yang membuat anak sulit fokus. Penderita juga memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif. Dampak dari gangguan ini adalah prestasi akademik anak di sekolah.

Tak hanya menargetkan anak-anak, orang dewasa juga ada yang mengalami ADHD.

Contoh gangguan mood pada penderita ADHD adalah:

  • Sulit fokus: banyak membuat kesalahan saat beraktivitas, terlihat tidak mendengarkan saat orang berbicara, sulit mengatur tugas dan aktivitas, mudah kehilangan sesuatu, hingga pelupa dalam rutinitas harian.
  • Hiperaktif-Impulsif: tidak tenang saat duduk, menjawab sebelum pertanyaan selesai dilontarkan, tidak sabar menunggu giliran, suka menginterupsi orang lain, hingga bicara tanpa henti.

Sulit fokus dan hiperaktif menjadi kunci utama perilaku ADHD. Beberapa penderita ada yang mengalami salah satu saja. Sementara penderita lain ada yang mengalami keduanya.

Untuk penderita anak, lebih cenderung mengalami kondisi keduanya. Anak-anak usia prasekolah gejala yang lebih banyak muncul adalah hiperaktif.

Beberapa dari Anda mungkin beranggapan bahwa kesulitan untuk fokus/ konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif memang banyak terjadi pada anak. Namun, perlu Anda garis bawahi, anak dengan ADHD mengalami gejala tadi dengan kondisi:

  • Lebih parah
  • Terjadi lebih sering
  • Berpengaruh terhadap fungsi sosial di sekolah maupun lingkungan

Meski belum pasti, kondisi ini diduga terjadi karena pengaruh faktor genetik dan lingkungan.

Gejala ADHD biasa muncul sebelum usia 12 tahun. Bahkan ada anak berusia 3 tahun yang sudah memunculkan gejala.

5. Kecemasan Umum (Generalized Anxiety Disorder)

Nama lainnya adalah GAD. Karakter penderita ditandai dengan kekhawatiran yang terus-menerus dan berlebihan mengenai berbagai hal.

Remaja dengan kondisi ini akan kesulitan dalam mengendalikan kekhawatiran mereka. Bahkan jika kondisi sebenarnya tidak memerlukan kekhawatiran sama sekali.

Gangguan mood ini akan berkembang secara perlahan. Seringkali mulai saat remaja. Beberapa gejala yang timbul dari kondisi ini adalah:

  • Terlalu khawatir
  • Sulit mengontrol kekhawatiran dan grogi
  • Sadar bahwa kekhawatiran melampaui batas
  • Sulit untuk rileks dan fokus
  • Mudah terkejut dan sulit tidur
  • Merasa capek sepanjang waktu
  • Sulit menelan, berkeringat, dan sering ke toilet

Gejala-gejala di atas bisa memburuk di situasi tertentu. Misalkan saat stres, sakit, ujian atau tes, hingga ketika ada masalah pada keluarga atau hubungan lain.

Selain bagian dari riwayat keluarga, peneliti menemukan bahwa beberapa bagian otak juga berpengaruh terhadap kondisi ini. Namun, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan.

6. Post Traumatic Stress Disorder (Gangguan Stres Pasca Trauma)

Menurut American Psychiatric Association, Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD adalah kondisi yang diderita seseorang karena pengalaman atau menyaksikan kejadian yang tidak menyenangkan.

Kondisi ini merupakan gangguan yang membuat seseorang mengingat kejadian traumatis. Perang, pelecehan seksual, kecelakaan, bullying, kekerasan fisik, prosedur medis tertentu, hingga bencana alam menjadi beberapa pemicu PTSD.

Tapi perlu Anda perhatikan, tidak semua orang yang mengingat kejadian traumatis lalu mengidap PTSD. Ada kriteria khusus yang nantinya bisa digunakan dokter untuk mendiagnosa seseorang dengan PTSD.

Berikut beberapa gejala penderita PTSD:

  • Cenderung mengelak untuk mengingat atau memikirkan peristiwa traumatis. Contohnya dengan menghindari tempat kejadian, aktivitas yang mirip, sampai orang-orang terkait dengan peristiwa traumatis.
  • Penderita PTSD sering ingat kejadian traumatis. Bahkan sering jadi mimpi buruk. Rasanya mereka kembali mengulang kejadiannya berkali-kali. Penderita akan mengalami tekanan emosional.
  • Pemikiran negatif. Penderita akan menyalahkan diri sendiri dan orang lain. Lebih suka menyendiri dan sulit menjalin hubungan. Mereka juga kehilangan minat terhadap hobi yang dulu disukai.
  • Penderita PTSD mengalami perubahan perilaku dan emosi. Mudah takut dan marah meskipun sedang tidak ingat dengan peristiwanya. Sulit tidur dan fokus.

Bagi anak yang mengalami PTSD, mereka memiliki gejala tambahan khusus. Mereka ulang peristiwa traumatis melalui permainan. Anak-anak juga akan mengalami mimpi buruk dengan intensitas sering.

Anak-anak atau remaja dengan kondisi PTSD memiliki resiko gangguan psikologis lain seperti:

  • Depresi
  • Gangguan makan dan kecemasan
  • Ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan NAPZA (pada usia remaja dan dewasa)
  • Keinginan untuk melukai diri atau suicide (bunuh diri)

Orang tua bisa membantu mencegah PTSD dengan obrolan atau diskusi dengan anak dan juga lebih fokus pada hal positif yang terjadi.

7. Persistent Depressive Disorder (Gangguan Depresi Persisten)

Depresi ini juga disebut distimia. Termasuk dalam depresi kronis. Jangka waktunya bisa bertahun-tahun.

Jika anak Anda menderita depresi persisten, maka mereka akan merasakan gejala minimal 2 bulan terus-menerus. Gejalanya juga akan hilang dan muncul dalam 2 tahun.

Anak yang menderita depresi ini biasanya merasa:

  • Tidak percaya diri
  • Pola pikir terganggu
  • Mudah putus asa
  • Sulit berkonsentrasi

Pada dasarnya, gejala pada depresi persisten tidak separah depresi mayor. Tapi anak yang menderita depresi ini akan mengalami kesulitan dan menjalani aktivitas harian dan juga saat bersosialisasi.

8. Bulimia Nervosa (Gangguan Makan)

Terakhir ada gangguan makan sekaligus kelainan mental serius, bulimia nervosa. Remaja yang menderita kondisi ini memiliki dua pola makan. Binge eating dan pembersihan.

Binge eating adalah habit untuk makan terlalu banyak dan berlebih dalam waktu singkat.

Pembersihan adalah metode untuk menghindari naiknya berat badan dengan beberapa cara. Olahraga berlebihan, memuntahkan makanan yang baru dimakan, penggunaan obat pencahar, dan juga puasa.

Bahkan ada penderita bulimia yang mengkombinasikan beberapa metode pembersihan sekaligus.

Alurnya, penderita akan merasa stres, sedih, atau kelaparan. Lanjut dengan binge eating dan muncul rasa bersalah sehingga melakukan pembersihan. Pola makan seperti ini akan berlangsung terus-menerus.

Ada beberapa penyebab yang bulimia seperti:

  • Riwayat keluarga
  • Tertekan oleh pekerjaan atau status yang mengharuskan kurus/langsing
  • Sering mendapat kritikan soal fisik dan kebiasaan makan
  • Ada riwayat pelecehan seksual
  • Kepercayaan diri rendah, obsesif, perfeksionis, dan mudah cemas

Secara umum kondisi ini bisa menyebabkan kelainan fisik dan kurangnya nutrisi. Penderita bulimia jarang ketahuan karena mereka seringkali melakukan kebiasaan diam-diam. Jadi, dari luar terlihat baik-baik saja.

Kesimpulan

Semua gangguan mood yang banyak dialami anak dan remaja di atas masih treatable. Dalam artian, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter mengenai tindakan medis yang harus diambil.

Namun, masalahnya di sini adalah banyak orang tua tidak menyadari anaknya mengalami gangguan mood. Mereka cenderung mengabaikan atau meng-generalisasi gejala yang muncul sebagai hal normal.

Jika Anda sebagai orang tua tidak memiliki perhatian khusus, maka akan sangat sulit bagi anak untuk mendapat perawatan.

Banyak contoh kasus gangguan mood yang tidak teratasi dengan baik justru memperburuk kondisi penderita. Lingkungan keluarga dengan komunikasi yang kurang menjadi pemicu perburukan ini.

Anak dan remaja harus melewati semua gejala tanpa dukungan orang terdekat. Mereka bisa saja salah ambil keputusan karena tidak ada orang dewasa yang bisa menuntun.

Perlu Anda ingat, gangguan mood dan psikologis di atas bukanlah aib. Ada fasilitas kesehatan yang bisa Anda manfaatkan untuk mengatasinya. BPJS juga sudah mengcover biaya pengobatan untuk kelainan mental.

Baca Juga : 7 Nutrisi Penting untuk Anak Usia 10 Tahun ke Atas

Slot Online Deposit PulsaSlot PulsaJudi Slot Online Deposit Pulsa

Apa itu Bipolar ?

Saat menderita bipolar, anak akan mengalami perubahan suasana hati yang drastis. Misalkan di hari yang sama, suasana hatinya sangat senang dan bersemangat. Kemudian kembali ke suasana hati normal dan berlanjut dengan merasa down dan sedih

Di umur berapa Gejala ADHD muncul ?

Gejala ADHD biasa muncul sebelum usia 12 tahun. Bahkan ada anak berusia 3 tahun yang sudah memunculkan gejala.

Menurut American Psychiatric Association apa itu Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD ?

Menurut American Psychiatric Association, Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD adalah kondisi yang diderita seseorang karena pengalaman atau menyaksikan kejadian yang tidak menyenangkan. Kondisi ini merupakan gangguan yang membuat seseorang mengingat kejadian traumatis. Perang, pelecehan seksual, kecelakaan, bullying, kekerasan fisik, prosedur medis tertentu, hingga bencana alam menjadi beberapa pemicu PTSD.