Tantrum adalah bagian dari perjalanan perkembangan anak yang bisa membuat para orang tua merasa cemas dan terkadang bingung. Saat anak mengalami ledakan kemarahan dan frustrasi yang tidak terkendali, mereka bisa bereaksi dengan berbagai cara, seperti berteriak, menendang, atau bahkan merusak barang-barang di sekitarnya. Namun, apa yang seharusnya orang tua lakukan ketika tantrum terjadi? Dan apakah ada tanda-tanda tertentu yang perlu diperhatikan agar tidak terlewatkan gangguan mental yang mungkin muncul pada anak?

Pentingnya Memahami Tantrum

Sebelum kita membahas tindakan yang bisa diambil ketika tantrum terjadi, penting untuk memahami bahwa tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak. Ini adalah cara anak mengekspresikan emosi mereka ketika mereka belum mampu mengungkapkannya dengan kata-kata. Tantrum umumnya terjadi pada anak-anak yang berusia 1 hingga 3 tahun, tetapi dapat terjadi pada usia yang lebih tua juga.

Saat anak mengalami tantrum, penting bagi orang tua untuk tetap tenang dan sabar. Ini adalah momen di mana anak membutuhkan dukungan dan pemahaman dari orang tua mereka. Tantrum biasanya berlangsung tidak lama, dan sebagian besar anak akan merasa lega setelahnya. Namun, ada situasi di mana tantrum bisa menjadi tanda gangguan mental yang lebih serius.

Kapan Tantrum Bisa Menjadi Tanda Gangguan Mental?

Tanda-tanda bahwa tantrum anak mungkin lebih dari sekadar reaksi emosional biasa adalah ketika mereka melibatkan tindakan yang berbahaya, seperti menggigit diri sendiri, menggaruk, membenturkan kepala ke dinding, atau memukul diri mereka sendiri. Jika tantrum berlangsung lama, lebih dari 25 menit, dan terjadi sebanyak 10 hingga 20 kali sebulan, ini bisa menjadi pertanda bahwa ada masalah yang lebih serius.

Beberapa masalah yang mungkin terkait dengan perilaku ini termasuk:

  • Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Gangguan ini dapat menyebabkan anak sulit berkonsentrasi, impulsif, dan seringkali memiliki kemarahan yang sulit dikendalikan.
  • Gangguan Kecemasan: Anak yang mengalami kecemasan ekstrem mungkin mengekspresikannya melalui tantrum. Mereka bisa merasa terlalu cemas atau khawatir dalam situasi tertentu.
  • Kesulitan Belajar: Anak dengan kesulitan belajar mungkin merasa frustrasi dan marah ketika mereka menghadapi tugas-tugas yang sulit bagi mereka.
  • Gangguan Pemrosesan Sensorik: Beberapa anak memiliki sensitivitas sensorik yang tinggi dan bisa merasa terganggu oleh rangsangan tertentu, seperti suara atau cahaya, yang dapat memicu tantrum.

Penyebab Umum Tantrum pada Anak

Untuk mengatasi tantrum dengan efektif, penting untuk mengidentifikasi penyebabnya. Berikut adalah beberapa penyebab umum tantrum pada anak:

Frustrasi

Salah satu penyebab utama tantrum pada anak adalah rasa frustrasi. Anak-anak sering mengalami frustrasi ketika mereka tidak dapat melakukan sesuatu atau ketika mereka menghadapi kendala dalam mencapai tujuan mereka. Misalnya, anak mungkin merasa frustrasi jika mereka tidak bisa memasang puzzle atau mengikat sepatu mereka sendiri.

Kecemasan dan Ketidakpastian

Anak-anak yang cenderung cemas atau tidak nyaman dengan situasi baru atau perubahan mungkin lebih rentan terhadap tantrum. Mereka mungkin tidak tahu bagaimana mengatasi perasaan cemas mereka, sehingga tantrum bisa menjadi respon alami.

Kurangnya Kemampuan Berbicara

Anak-anak yang belum memiliki kemampuan berbicara yang baik mungkin merasa frustrasi karena mereka tidak dapat mengungkapkan keinginan atau kebutuhan mereka dengan kata-kata. Tantrum dapat menjadi cara mereka untuk mencoba mengkomunikasikan apa yang mereka inginkan.

Penyakit atau Ketidaknyamanan Fisik

Sakit, ketidaknyamanan fisik, atau masalah kesehatan seperti gigi tumbuh dapat menyebabkan tantrum pada anak. Mereka mungkin tidak dapat mengungkapkan rasa sakit atau ketidaknyamanan mereka dengan jelas, sehingga mereka menunjukkannya melalui tantrum.

Ketidakmampuan Mengatasi Emosi

Anak-anak masih belajar cara mengatasi emosi mereka. Mereka mungkin tidak tahu bagaimana mengelola perasaan seperti marah, sedih, atau kecewa. Tantrum bisa menjadi cara mereka untuk melepaskan emosi yang mereka rasakan.

Kelelahan atau Kelaparan

Anak-anak yang merasa lelah atau lapar cenderung lebih mudah marah dan frustrasi. Ketika mereka merasa tidak nyaman karena kelelahan atau kelaparan, tantrum dapat terjadi lebih mudah.

Ketidaksesuaian Harapan

Saat anak memiliki harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan, mereka bisa merasa kecewa dan marah. Misalnya, jika seorang anak berharap mendapatkan mainan baru setiap kali mereka pergi ke toko, dan harapan ini tidak terpenuhi, tantrum bisa terjadi.

Kurangnya Kontrol Diri

Anak-anak dalam masa perkembangan mereka sedang belajar cara mengendalikan diri. Mereka mungkin belum memiliki keterampilan ini dengan baik, sehingga tantrum bisa menjadi respon ketika mereka merasa kehilangan kendali.

Perasaan Tidak Diakui atau Diabaikan

Anak-anak ingin merasa diakui dan dicintai. Jika mereka merasa diabaikan atau tidak diperhatikan, mereka mungkin mencoba mendapatkan perhatian dengan cara negatif, seperti tantrum.

Pengaruh Lingkungan dan Stres

Faktor lingkungan, seperti lingkungan yang bising, terlalu banyak rangsangan, atau ketegangan dalam rumah, dapat memengaruhi perilaku anak. Stres dalam lingkungan keluarga atau pergolakan dalam kehidupan anak juga dapat menjadi penyebab tantrum.

Tanda-tanda Gangguan Mental pada Anak yang Mengalami Tantrum

Tantrum pada anak adalah bagian dari perkembangan yang wajar, tetapi ada saat-saat ketika perilaku tantrum menunjukkan tanda-tanda yang lebih serius. Orang tua perlu memahami bahwa tantrum adalah cara anak mengekspresikan emosi mereka, terutama ketika mereka belum dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Meskipun demikian, ada beberapa tanda yang perlu diwaspadai jika tantrum anak berlangsung di luar batas normal. Berikut 5 perilaku yang bisa menjadi tanda adanya gangguan mental pada anak saat mengalami tantrum.

Durasi Tantrum yang Diluar Batas Normal

Saat anak mengalami tantrum, waktu terasa berjalan sangat lambat bagi orang tua yang sedang menghadapinya. Namun, penting untuk memahami batas durasi tantrum yang normal. Menurut Raising Children.net.au, kemarahan anak yang parah dapat menyulitkan keluarga untuk menikmati hidup. Jika Anda merasa bahwa anak Anda sering mengalami tantrum dengan durasi lebih dari 25 menit, ini mungkin menjadi pertanda adanya masalah yang lebih serius.

Durasi rata-rata tantrum anak balita biasanya sekitar 11 menit. Tetapi jika anak Anda secara konsisten mengalami tantrum yang berlangsung lebih dari 25 menit dan terjadi sebanyak 10 hingga 20 kali sebulan, ini bisa menjadi tanda bahwa ada masalah kesehatan mental yang mendasarinya. Dalam situasi seperti ini, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan anak.

Frekuensi Tantrum yang Tinggi

Selain durasi tantrum yang berkepanjangan, frekuensi tantrum yang tinggi juga bisa menjadi tanda masalah kesehatan mental. Saat mood anak balita buruk, tantrum sebanyak 1 kali dalam sehari saat mereka berada di rumah masih bisa dianggap wajar. Namun, jika frekuensi tantrum tersebut terjadi lebih dari itu dalam satu bulan, maka kemungkinan mereka memiliki risiko lebih besar mengalami ADHD atau gangguan kesehatan mental lainnya.

Menurut Huffpost.com, perilaku tantrum anak di luar batas normal adalah ketika mereka mengalami tantrum sebanyak 4-6 hari per minggu atau lebih. Jika anak Anda mengalami 10 hingga 20 kali tantrum sebulan di rumah, ini juga bisa menjadi indikasi masalah kesehatan mental yang serius. Oleh karena itu, penting untuk memeriksakan kondisi kesehatan mental anak Anda dengan seorang psikolog anak.

Tidak Mampu Menenangkan Diri Sendiri

Salah satu tanda yang perlu diperhatikan adalah kemampuan anak untuk menenangkan diri saat tantrum. Jika anak Anda tidak dapat meredakan diri sendiri dan tantrumnya tidak kunjung mereda, ini bisa menjadi pertanda adanya masalah kesehatan mental.

Menurut Drgreene.com, anak usia di atas 3 tahun seharusnya sudah mampu menenangkan diri saat emosinya meluap. Jika mereka terus-menerus memerlukan bantuan eksternal untuk meredakan kemarahannya, ini bisa menjadi tanda risiko ADHD yang lebih tinggi.

Ketidakmampuan anak untuk mengendalikan diri mereka sendiri selama tantrum bisa menjadi indikasi bahwa ada masalah yang perlu ditangani oleh seorang spesialis kesehatan mental.

Perilaku Agresif Saat Tantrum

Perilaku agresif saat tantrum juga perlu menjadi perhatian orang tua. Jika seorang anak balita sering menunjukkan perilaku agresif seperti melempar barang, merusak mainan, atau bahkan menyakiti orang di sekitarnya selama tantrum, ini bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan mental.

Belden, seorang psikolog perkembangan, menjelaskan bahwa perilaku agresif yang berulang-ulang terhadap orang, benda, atau keduanya, bisa menjadi tanda bahwa seorang anak mengalami gangguan kesehatan mental. Jika perilaku ini terjadi lebih dari separuh waktu selama 10 hingga 20 episode tantrum terakhir, itu mungkin menandakan adanya gangguan yang memengaruhi anak tersebut.

Menyakiti Diri Sendiri Selama Tantrum

Ketika seorang anak menyakiti diri sendiri selama tantrum, ini bisa menjadi tanda bahwa mereka mengalami masalah kesehatan mental yang serius. Menyakiti diri sendiri bisa melibatkan tindakan seperti menggigit diri sendiri, membenturkan kepala ke dinding, atau bahkan mencoba menyakiti bagian tubuh mereka sendiri.

Menurut Cbs News.com, anak-anak yang melakukan tindakan menyakiti diri sendiri saat mengalami tantrum mungkin mengalami depresi atau gangguan perilaku. Jika Anda melihat anak Anda melakukan perilaku seperti ini selama tantrum, segera bawa mereka untuk berkonsultasi dengan seorang psikiater anak.

Tips untuk Mengatasi Tantrum

Penanganan tantrum dapat bervariasi tergantung pada karakteristik dan usia anak. Berikut beberapa tips yang dapat membantu:

Tetap Tenang dan Dekati Anak (Untuk Balita)

Pada anak yang masih balita, penting untuk tetap berada di dekat mereka saat tantrum terjadi. Berikan kenyamanan seperti pelukan dan elusan lembut. Pastikan mereka tahu bahwa Anda memahami perasaan mereka, meskipun mereka belum dapat mengungkapkannya dengan kata-kata.

Kenali Emosi Anak (Untuk Anak yang Lebih Besar)

Pada anak yang lebih besar, orang tua dapat mencoba untuk mengenali emosi-emosi yang mungkin memicu tantrum. Berikan anak waktu dan ruang untuk merasa tenang setelah ledakan emosi, dan kemudian cobalah untuk mengatasi masalah yang mungkin muncul.

Pastikan Keamanan

Ketika tantrum terjadi, pastikan bahwa anak dan orang-orang di sekitarnya aman. Jika perlu, bawa mereka ke tempat yang lebih kondusif dan aman.

Bantu Anak Mengekspresikan Emosinya

Bantu anak untuk mengekspresikan emosinya setelah tantrum mereda. Cobalah berbicara dengan suara lembut dan memberikan dukungan. Ini membantu mereka merasa didengar dan dipahami.

Berikan Ruang dan Waktu

Berikan anak ruang dan waktu untuk mengekspresikan emosinya. Ini adalah cara yang baik untuk membantu mereka mengatasi kemarahan dan frustasi. Orang tua juga perlu menjaga emosi mereka sendiri agar tidak ikut terbawa suasana saat anak sedang melepaskan amarah.

Konsisten dan Tidak Menyerah

Orang tua perlu konsisten dalam aturan dan batasan mereka. Jangan menyerah dengan menuruti kemauan anak setelah tantrum. Ini membantu anak belajar bahwa tantrum bukan cara yang efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Izinkan Anak untuk Marah

Izinkan anak untuk merasa marah dengan mengatakan bahwa tantrum adalah tempat yang sesuai untuk mereka mengeluarkan emosi mereka. Jelaskan bahwa marah adalah emosi normal, tetapi mereka perlu belajar cara mengatasi dan mengungkapkannya dengan cara yang lebih baik.

 

Kapan Harus Mengkonsultasikan Ahli?

Jika Anda merasa bahwa tantrum anak Anda berada di luar kendali dan tidak ada perbaikan, atau jika Anda memiliki kekhawatiran khusus tentang perilaku anak Anda, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan seorang profesional, seperti seorang psikolog anak atau seorang psikiater anak. Mereka dapat membantu dalam menilai apakah ada masalah yang lebih serius di balik perilaku tantrum anak Anda.

Penting untuk diingat bahwa tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, tetapi juga penting untuk memahami kapan perilaku ini bisa menjadi tanda masalah yang lebih dalam. Dengan pemahaman dan dukungan yang tepat, orang tua dapat membantu anak-anak mereka mengatasi emosi mereka dengan cara yang sehat dan efektif.